Jajanan Opak Gambir Desa Ngantru

Di sudut kampung kota Trenggalek ibu ibu sedang sibuk mengemas oleh-oleh, jajanan khas tersebut adalah opak gambir yang menjadi sumber pencarian dalam kurun waktu puluhan tahun.

Kampung Opak Gambir tersebut bergeliat di Ngantru Trenggalek vita rasa yang khas dan gurih menggoda lidah saat penulis menghampiri kampung yang tak jauh dari area makam Menak Sopal.

Setiap tahun Kelurahan Ngantru memiliki tradisi yang masih lestari. Nyadran Kepala Mahesa di Dam Bagong menjadi daya tarik masyarakat untuk berkunjung gelaran nyadran.

Sebanyak 100 Kg opak gambir tahun 2023 mewarnai tradisi nyadran kepala mahesa. Hal itu sebagai pertanda Kelurahan Ngantru memiliki menu jajanan khas tersendiri selain alen-alen dan tempe keripik.

Penulis mencoba menghampiri Kusmiati, perempuan dua anak yang berusia 48 tahun. Dirinya mengaku mulai tahun 2003, ia menopang hidupnya dengan membuat jajanan opak gambir. Ekonomi Kusmiati dari hasil membuat opak gambir mampu untuk sekolah anaknya di perguruan tinggi.

“Awalnya saya belajar mandiri mulai tahun 2000. Dulu saya ikut di salah satu pengusaha, namun pada tahun 2003 saya mendirikan sendiri usaha rumahan membuat opak gambir,” katanya.

Kusmiati saat dihampiri penulis ini merasa bernostalgia. Karena dulu ia hanya menerima upah dari pengusaha namun kini ia bisa menerima upah dengan sepenuhnya dari hasil produksi di rumah.

“Saat ini hampir produksi setiap hari. Karena ada pemesan dari Kabupaten Tulungagung. Rata-rata tiap hari menghasilkan 3 Kg sampai dengan 3,5 Kg,” papar produsen opak gambir yang juga jadi bos perempuan atas usaha mandirinya itu.

Beralamat di RT 15 RW 05 jadi saksi puluhan warga memproduksi opak gambir, meski kondisi usaha rumahan. Namun, soal kualitas siap disandingkan dengan pabrik. Katanya, jajanan kering opak gambir mampu bertahan selama 5 bulan tanpa pengawet.

“Karena saat ini saya belum punya label sendiri, jualan masih per kilogram [grosir]. Ke depan saya punya keinginan untuk membuat label sendiri, atau pasca kampung opak gambir berdiri,” ceritanya sambil menunjukkan karya jari lentik Kusmiati.

Cetakan khusus opak gambir dan api kompor tak bakal istirahat saat menjelang lebaran Idul Fitri. Karena jajanan ringan jadi primadona suguhan hari raya. Kata Kusmiati saat jelang lebaran satu bulan ia mampu memproduksi dengan banyak opak gambir 2 kwintal.

Suami yang bekerja di fotocopy tak membiarkan Kusmiati sendirian. Namun, saat banyak pesanan ia dibantu suami. Opak gambir ini memiliki beberapa varian, namun varian original dan jahe masih jadi primadona lidah penikmat jajanan khas.

“Semoga dengan adanya tradisi yang lestari, dalam hal larung kepala Mahesa di Dam Bagong mampu membawa keberkahan dan dampak ekonomi masyarakat lokal seperti usaha rumahan opak gambir,” tandasnya.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *